Di antara permasalahan penting dalam salat yang belum diketahui
oleh sebagian kaum muslimin adalah mengenai posisi makmum bila ia
berdiri sendiri di shaf kedua atau seterusnya. Apakah ia berdiri di
tengah, di pojok kiri atau di pojok kanan?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami akan bawakan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Beliau pernah ditanya, “Apakah shaf itu dimulai dari sebelah kanan
atau tepat di belakang imam? Apakah disyariatkan harus seimbang antara
shaf sebelah kanan dengan sebelah kiri? Sebab sering dikatakan, “Seimbangkanlah shafnya” sebagaimana yang banyak diucapkan oleh para imam?”
Beliau rahimahullah menjawab: “Shaf itu dimulai dari tengah
yang terdekat dengan imam, dan shaf sebelah kanan lebih utama dari pada
shaf sebelah kiri, kemudian yang wajib adalah tidak dimulai shaf (baru)
sehingga shaf sebelumnya terisi penuh.
Tidak mengapa orang-orang yang berada di shaf sebelah kanan lebih
banyak (dari pada shaf sebelah kiri), dan tidak perlu diseimbangkan.
Bahkan perintah untuk menyeimbangkan antara kedua shaf tersebut adalah
menyalahi sunnah. Hanya saja tidak boleh membuat shaf kedua sebelum shaf
pertama penuh, tidak pula shaf ketiga sebelum shaf kedua penuh dan
demikian seterusnya untuk shaf-shaf berikutnya. Sebab ada riwayat sahih
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan hal ini.” [Tuhfah al-Ikhwan bi Ajwibah Muhimmah Muta'alliqah bi Arkan al-Islam, hal. 101, cetakan Dar al-Khudhairi]
DUA FAEDAH PENTING
[1]. Menyeimbangkan Antara Dua Shaf
Telah ditegaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah di
atas, bahwa menyeimbangkan antara shaf sebelah kanan dan kiri adalah
perkara yang menyelisihi sunnah. Tentang hal ini Syaikh Masyhur Hasan
Alu Salman hafizhahullah berkata dalam kitabnya al-Qoul al-Mubin fi Akhtha` al-Mushallin,
hal. 222: “Di antara kesalahan sebagian imam adalah, mereka
memerintahkan para makmum untuk menyamakan shaf tatkala melihat para
makmumnya menuju ke shaf sebelah kanan.”
Beliau juga mengatkan, “Syaikh bin Baz rahimahullah berkata: Ada riwayat sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menunjukkan bahwa shaf sebelah kanan lebih utama dari yang sebelah
kiri, dan tidak disyariatkan untuk berkata kepada orang-orang, “Seimbangkanlah shafnya“,
dan tidak mengapa shaf sebelah kanan lebih banyak sebagai bentuk
antusias untuk mendapatkan keutamaan. Adapun sebuah hadis yang yang
disebutkan oleh sebagian mereka:
مَنْ عَمَّرَ مَيَاسِرَ الصُّفُوْفِ فَلَهُ أَجْرَانِ
Barang siapa yang memakmurkan shaf-shaf sebelah kiri maka ia mendapatkan dua ganjaran.
Maka saya tidak mengetahui asal-usulnya (laa ashla lahu). Yang
lebih jelas bahwa hadis tersebut adalah palsu, telah dipalsukan oleh
segelintir orang malas yang tidak antusias untuk mendapatkan shaf
sebelah kanan atau tidak berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan hanya
Allah-lah Rabb Maha Pemberi petunjuk kepada jalan kebenaran.” [al-Fatawa, jilid 1, hal. 61]
Syaikh Masyhur hafizhahullah berkomentar tentang hadis di atas: “Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam as-Sunan, no. 1008. Al-Bushiri berkata dalam Mishbah az-Zujajah, jilid 1, hal. 340: “Sanad hadis ini lemah, lantaran lemahnya Laits bin Abu Sulaim.” Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata dalam al-Fath, jilid 2, hal. 213: “Sanadnya dikomentari (ulama).”
[2]. Menarik Seseorang dari Shaf Depan
Tidak disyariatkan bagi makmum yang berdiri sendiri di shaf terakhir
untuk menarik seorang yang berada di shaf depannya, sebab hadis yang
berkaitan dengan masalah ini adalah lemah.
Syaikh Masyhur hafizhahullah berkata: “Di antara kesalahan
mereka (makmum), apabila tidak mendapatkan celah atau tempat (kosong)
pada shaf, ia langsung menarik seorang dari shaf paling akhir untuk
dijadikan shaf bersamanya, padahal hadis-hadis yang menerangkan tentang
hal ini tidak valid. Seakan-akan amalan ini dijadikan syariat meskipun
tanpa ada dalil yang sahih. Tentu saja itu tidak boleh. Akan tetapi yang
wajib baginya adalah bergabung bersama shaf sekiranya itu memungkinkan.
Bila tidak, maka ia salat sendiri (di belakang shaf terakhir) dan
salatnya tetap sah, sebab Allah tidak membebani diri melebihi
kemampuannya.”
Beliau melanjutkan: “Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
“Permasalahan tentang bolehnya menarik seseorang perlu dikoreksi, sebab
hadis yang menerangkan hal ini adalah lemah. Juga, karena dengan
menarik (seorang di depan) akan menyebabkan adanya celah pada shaf,
padahal yang disyariatkan adalah menutup celah. Maka itu, yang utama
adalah tidak menarik dan hendaknya mencari tempat kosong pada shaf atau
berdiri di samping kanan imam. Wallahu a’lam.” [al-Qoul al-Muban fi Akhtha` al-Mushallin, hal. 259-260]
Syaikh Abu Usamah al-Hilali berkata dalam kitabnya Mausu’ah al-Manahi asy-Syar’iyyah, jilid 1, hal. 462: “POIN KE-6;
apabila seseorang masuk (masjid) dan tidak mendapatkan celah kosong
pada shaf untuk ia masuki, maka ia tidak boleh menarik orang lain dari
shaf (depannya), sebab hal ini malah membuka celah pada shaf, sedangkan
yang disyariatkan adalah menutup kekosongan dan berbaris dengan rapat
dan lurus. Adapun beberapa riwayat yang menerangkan bolehnya menarik
(seseorang) dari shaf adalah tidak sah.”
Inilah penjelasan singkat seputar posisi makmum ketika berdiri
sendiri dengan tambahan dua faedah pentingnya, semoga bermanfaat bagi
kita semua. Berkenaan dengan beberapa hadis lemah seputar anjuran untuk
menarik seseorang dari shaf depan dapat pembaca nikmati pada kategori Koreksi Hadis. Wallahu ta’ala a’lam.
Sumber : https://abumusa81.wordpress.com/2013/02/08/posisi-makmum-ketika-berdiri-sendiri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar